Teknologi pada periode 1960 Sumber: computerhistory.org |
Audit berkelanjutan bukanlah sesuatu yang baru, namun audit berkelanjutan adalah sesuatu yang terus berkembang menyesuaikan dengan tuntutan jaman dan memanfaatkan kemajuan teknologi. Jika menilik kembali sejarah, audit berkelanjutan berawal dari Electronic Data Processing (EDP), penggunaan EDP tercatat pertama kali pada tahun 1950-an dengan penggunaan punched card dan auditor waktu itu hanya bertugas untuk membandingkan input data yang masuk ke dalam sistem dengan output yang dihasilkan oleh sistem tersebut.
Perkembangan teknologi pada tahun 1960 memungkinkan pemrosesan data waktu nyata (real time) terutama dengan meningkatnya kecepatan pemrosesan data. Pada periode ini para auditor mulai menyadari bahwa komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk proses audit dan mengumpulkan sampel audit, pola pikir auditor mulai bergeser pada pendekatan proses audit dengan bantuan komputer, beberapa auditor bahkan mulai memanfaatkan kemajuan teknologi untuk membuat sebuah program yang disebut Generalized Auditing Software (GAS).
Teknologi pada periode 1970
Sumber: computerhistory.org
|
Pada tahun 1970 perusahaan mulai menggunakan tren pada bisnis berupa model komputer mainframe atau komputer bingkai utama. Dengan penggunaan komputer mainframe oleh perusahaan maka auditor mulai kesulitan untuk mengadopsi proses audit melalui komputer, auditor juga harus mempunyai keahlian pada bidang teknologi informasi.
Teknologi pada periode 1980
Sumber: computerhistory.org
|
Selanjutnya pada tahun 1980 kemajuan teknologi telah melahirkan komputer personal atau personal computer (PC), dengan adanya PC auditor menjadi lebih mudah untuk mengakses data yang ada pada komputer mainframe perusahaan, dan teknik-teknik audit juga lebih bersifat ramah pengguna atau user friendly. Perkembangan dunia teknologi informasi telah memberikan alternatif perangkat lunak untuk auditor yang sebelumnya menggunakan GAS, perlahan mulai muncul pesaing yang menggunakan pendekatan komersial, berkerja di berbagai perangkat lunak, serta menguji pengendalian seperti ACL dan IDEA. Penggunaan alat audit dan teknik audit berbantuan komputer atau Computer-Assisted Audit Tools and Techniques (CAAT) mulai sering digunakan terutama untuk analisis dan investigasi, seiringan dengan CAAT konsep pemantauan berkelanjutan atau continuous monitoring juga mulai dikenalkan secara luas pada konteks akademis. Penggunaan pemantauan berkelanjutan berguna bagi auditor dalam mengidentifikasi bagian-bagian perusahaan yang memiliki risiko tinggi sehingga auditor dapat berfokus pada bagian tersebut dan membantu auditor untuk mempermudah menyusun perencanaan audit.
Teknologi pada periode 1990
Sumber: computerhistory.org
|
Peran auditor kembali berubah pada periode tahun 1990 sebagai dampak dari naiknya jasa bernilai tambah, seperti peningkatan standar proses audit, hingga keterlibatan auditor dalam memberikan pertimbangan dan proses pengambilan keputusan, yang mendorong munculnya sistem analisis data dan dianggap sebagai suatu alat yang sangat penting dalam perusahaan, namun alat ini menuntut pengendalian internal yang efektif sehingga keputusan yang diambil tidak berdasarkan pada data yang kurang baik.
Implementasi komputer yang semakin mudah mendorong perusahaan untuk menggunakan sistem Perencanaan Sumberdaya Perusahaan atau Enterprise Resource Planning (ERP) untuk mempermudah proses rutin perusahaan seperti akuntansi, penggajian dan penjualan. Sistem ERP yang diimplementasikan kemudian diintegrasikan dengan alat pengambilan keputusan, mendorong kemampuan sistem ERP untuk dapat melakukan identifikasi transaksi yang tidak memenuhi standar pengendalian perusahaan, mengidentifikasi kekeliruan pemisahan wewenang pada tabel akses dan wewenang perusahaan.
Teknologi berkembang dengan adanya intranet dan extranet seiring dengan semakin tingginya tingkat komunikasi perusahaan dengan rekanan ataupun dengan kantor cabang yang ada di daerah lain, extranet kemudian berkembang lebih jauh hingga terbentuk Manajemen Rantai Pasokan atau Supply Chain Management (SCM) dan Manajemen Relasi Pelanggan atau Customer Relationship Management (CRM). Salah satu perubahan yang berperan penting pada periode 1990 adalah Electronic Data Interchange (EDI), dengan adanya EDI maka perusahaan dan rekanan memungkinkan untuk saling tukar menukar data. Hal tersebut berdampak pada proses kerja auditor karena secara garis besar proses audit lebih banyak pada data-data elektronik, seperti misalnya penomoran dokumen telah diotomatisasi oleh komputer sehingga pengujian substantif terhadap jejak audit harus berganti menyesuaikan dengan lingkungan audit perusahaan, fokus utama auditor menjadi lebih pada kepatuhan sistem perusahaan terhadap COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of the Treadway Commission’s) dan COBIT (Control Objectives for Information and Related Technology). Namun proses audit pada periode ini masih tetap mengandalkan pengambilan sampel-sampel representatif dan masih sedikit yang menggunakan pengecekan berdasarkan populasi, hal ini masih berdampak meningkatkan risiko dan masalah pengendalian yang berpengaruh negatif terhadap perusahaan.
Sistem informasi pada periode tahun 2000 memberikan kemudahan akses kepada auditor terhadap informasi-informasi penting meskipun jumlah transaksi dan data semakin besar dibanding periode-periode sebelumnya. Dalam lingkup audit juga muncul Sarbanes-Oxley Act yang mengharuskan auditor untuk memberikan penilaian terhadap pengendalian dan asersi manajemen terhadap kecukupan rerangka pengendalian. Perubahan lingkungan bisnis dan munculnya peraturan baru memaksa auditor untuk menyesuaikan proses audit dan standar audit untuk memenuhi kebutuhan pengguna, auditor mulai menggunakan perangkat lunak audit yang memudahkan auditor untuk melakukan pendekatan dan penilaian terhadap pengendalian dan sistem informasi.
Pada perkembangannya, auditor bukan hanya bertugas untuk menilai efektivitas pengendalian internal perusahaan namun juga tingkat risiko yang ada pada perusahaan, dengan adanya audit berkelanjutan (continuous audit) maka hal tersebut akan memudahkan auditor, baik auditor internal ataupun auditor publik, audit berkelanjutan memberikan kemudahan untuk auditor untuk mengurangi analisis dengan menggunakan pendekatan sampling tetapi lebih pada analisis terhadap populasi, mempersingkat waktu dalam melakukan aktivitas audit, mengidentifikasi lebih dini kekeliruan yang mungkin terjadi sehingga tidak berdampak besar terhadap perusahaan.
Kesimpulan:
Audit berkelanjutan bukanlah sesuatu konsep yang baru pada dunia usaha, audit berkelanjutan merupakan evolusi dari periode tahun 1960 hingga sekarang dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, permintaan pengguna dan tuntutan industri.
Peran teknologi tidak dapat dilepaskan dengan aktivitas audit, dengan berubahnya teknologi yang kemudian di adaptasi oleh dunia industri maka mau tidak mau auditor harus mampu untuk membuat dan merancang proses audit yang baru. Hingga pada periode tahun 2000, dunia audit berubah secara mayor dengan adanya Sarbanes-Oxley Act yang mengharuskan auditor untuk memberikan penilaian terhadap pengendalian internal perusahaan, sementara pada periode ini mayoritas perusahaan telah menggunakan lingkungan teknologi informasi yang jauh lebih modern, maka dari itu auditor harus mampu menjawab tantangan dan tuntutan yang ada pada dunia industri.
Audit berkelanjutan memberikan solusi dan alternatif terhadap proses dan aktivitas audit, dengan adanya audit berkelanjutan maka auditor mempunyai peluang untuk mempersingkat waktu audit, mempermudah pemeriksaan terhadap data, mengurangi hasil analisis yang berasal dari sampling dan lebih menggunakan populasi untuk menghasilkan analisis.
No comments:
Post a Comment