Sunday 26 February 2017

MEMBANGUN RERANGKA MANAJEMEN RISIKO (RISK MANAGEMENT FRAMEWORK) PADA LEMBAGA KEUANGAN MIKRO


Salah satu dampak dari modernitas yang ada di lingkungan kita berupa beragamnya tingkat kesejahteraan masyarakat, mulai dari masyarakat ekonomi bawah, ekonomi menengah kebawah, ekonomi menengah, ekonomi menengah keatas dan seterusnya. Tingkat ekonomi masyarakat yang beragam memberikan pasar untuk berbagai lembaga keuangan, untuk pasar masyarakat tingkat menengah kebawah telah hadir Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Micro Finance Institution yang merupakan lembaga keuangan dengan kegiatan penyediaan jasa keuangan kepada pengusaha kecil dan mikro serta masyarakat berpenghasilan rendah yang tidak terlayani oleh Lembaga Keuangan Formal.

Menurut OJK melalui Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No. 12/POJK.05/2014 Tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Lembaga Keuangan Mikro, LKM memiliki definisi lembaga keuangan yang khusus didirikan untuk memberikan jasa pengembangan usaha dan pemberdayaan masyarakat, baik melalui pinjaman atau pembiayaan dalam usaha skala mikro kepada anggota dan masyarakat, pengelolaan simpanan, maupun pemberian jasa konsultasi pengembangan usaha yang tidak semata-mata mencari keuntungan. Menurut Marguiret Robinson LKM mempunyai peran penting dalam pengentasan kemiskinan melalui banyak sarana dan program, termasuk didalamnya adalah program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga berencana dan tentu saja adalah melalui pinjaman dalam bentuk kredit mikro. Dengan demikian dapat diketahui bahwa LKM yang mempunyai potensi yang luar biasa dalam memfasilitasi keuangan masyarakat lokal pada khususnya dan memberikan dampak berupa nilai positif terhadap masyarakat namun LKM juga memiliki berbagai risiko dalam menjalankan bisnisnya, hal ini merupakan hal yang harus diperhatikan oleh LKM yang ingin berkembang dan sukses bersama masyarakat.

Risiko dalam definisi menurut Australian Standard pada AS/NZS 4360 adalah “the chance of something happening that will have an impact on objectives” atau kemungkinan terjadinya suatu hal yang mempunyai dampak terhadap tujuan organisasi. International Organization for Standardization atau ISO terutama pada ISO 31000 memberikan definisi risiko sebagai suatu efek dari ketidakpastian terhadap pencapaian sasaran organisasi. Definisi lain risiko menurut COSO Enterprise Risk Management - Integrated Framework adalah “Events with a negative impact represent risks, which can prevent value creation or erode existing value” atau kemungkinan terjadinya sebuah peristiwa negatif sebagai perwakilan risiko yang dapat mempengaruhi penciptaan nilai atau mengikis nilai yang ada. Berbagai definisi sebelumnya menunjukkan bahwa risiko merupakan suatu hal yang bersifat netral (bukanlah hal yang negatif), tidak pasti dan mempengaruhi masa depan organisasi.

Setelah memahami definisi risiko hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah melakukan pengelolaan risiko atau yang biasa disebut dengan manajemen risiko, Standards Australia/Standards New Zealand atau AS/NZS seri 4360 memberikan definisi manajemen risiko adalah “The culture, processes, structures that are directed towards realizing potential opportunities while managing adverse effects” atau sebuah budaya, proses, struktur yang mempunyai tujuan untuk mendapatkan keuntungan dari kesempatan potensial sambil mengelola dampak yang merugikan (adverse). Definisi manajemen risiko menurut ISO 31000 adalah aktivitas-aktivitas terkoordinasi yang dilakukan dalam rangka mengelola dan mengontrol sebuah organisasi terkait dengan risiko yang dihadapinya. Definisi lain manajemen risiko menurut COSO ERM - Integrated Framework adalah “A process, effected by an entity’s board of directors, management and other personnel, applied in strategy-setting and across enterprise, designed to identify potential events that may affect the entity, and manage risk to be within its risk appetite, to provide reasonable assurance regarding the achievement of entity objectives” atau proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi (Board of Directors), manajemen, dan personil lain dalam entitas, diaplikasikan pada pembentukan strategi dan pada seluruh bagian perusahaan, dirancang untuk mengidentifikasi kejadian potensial yang dapat mempengaruhi entitas, dan mengelola risiko selaras dengan risiko yang dapat ditoleransi (risk appetite) entitas, untuk menyediakan jaminan yang wajar terhadap pencapaian sasaran dari entitas. Dari beberapa definisi manajemen risiko maka secara umum manajemen risiko mempunyai definisi sebagai suatu pendekatan proses yang komprehensif untuk menangani semua kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian organisasi di masa datang.

Setelah memahami tentang risiko dan manajemen risiko maka hal selanjutnya yang dapat dilakukan adalah membuat rerangka manajemen risiko. Rerangka manajemen risiko adalah sebuah sistem yang dirancang untuk melindungi perusahaan atau organisasi dari kejutan yang tidak diinginkan (risiko yang merugikan atau down side risk), dan memudahkan organisasi untuk memperoleh keuntungan dari peluang (risiko yang menguntungkan atau up-side risk). Menurut German Society for Technical Cooperation (GTZ) GmbH Rerangka risiko manajemen yang bagus mempunyai ciri-ciri:
  1. Berintegrasi dengan operasional LKM menjadi sebuah proses sistematik dalam mengidentifikasi, mengukur, dan memantau berbagai jenis risiko yang berbeda agar manajemen mempunyai pandangan yang lebih luas dalam pengambilan keputusan.
  2. Menggunakan berbagai tindak lanjut antara pengukuran dan pemantuan, pengendalian internal dan pelaporan, serta melibatkan pengawasan aktif dari direktur dan manajer, sehingga memudahkan tindak lanjut untuk merubah lingkungan risiko baik lingkungan risiko internal dan eksternal.
  3. Mempertimbangkan skenario jika risiko-risiko berinteraksi dan dapat memperparah (exacerbate) satu sama lain pada situasi yang merugikan.
  4. Meningkatkan tanggung jawab terhadap manajemen risiko dan kesiapan pertanggungjawaban terhadap manajemen senior dan dewan komisaris.
  5. Mendorong pembuatan keputusan yang berdasar efektifitas biaya dan penggunaan sumberdaya yang lebih efisien.
  6. Menciptakan budaya perusahaan yang berlandaskan pengawasan mandiri terhadap risiko, serta mampu mengidentifikasi dan menjalankan manajemen risiko jauh sebelum risiko tersebut terlihat oleh stakeholder eksternal atau regulator.

 Secara operasional, setidaknya LKM mampu menjalankan siklus manajemen risiko terutama untuk area manajemen yang meliputi kebijakan dari dewan komisaris, panduan dan prosedur operasi, laporan informasi manajemen, pengendalian internal, dan manajemen keuangan secara keseluruhan. Pada siklus ini setidaknya terdapat enam komponen kunci:
  1. Mengidentifikasi, menilai (assesing) dan memprioritaskan risiko
  2. Mengembangkan strategi dan kebijakan untuk mengukur risiko
  3. Mendesain kebijakan dan prosedur untuk mitigasi (memindahkan) risiko
  4. Implementasi dan membebankan tanggungjawab
  5. Menguji efektivitas dan mengevaluasi hasil
  6. Melakukan revisi kebijakan dan prosedur jika diperlukan


Hal yang perlu dipahami untuk manajemen risiko adalah risiko internal (yang ada pada bisnis LKM seperti risiko kredit dan kecurangan) dan risiko eksternal (perubahan dalam lingkungan, sistem keuangan dan bencana alam) terus berubah seiring dengan waktu, maka manajemen risiko harus mempunyai makna sebagai sebuah proses berkelanjutan dan bukan hanya sebuah peristiwa atau kejadian. Manajemen risiko sebagai proses berkelanjutan harus terus menanyakan kembali hal-hal yang dianggap krusial dan melakukan review terhadap informasi-informasi yang dianggap penting sehingga manajemen risiko sebagai alat dapat menjaga kualitas dan kehandalan informasi tentang tingkatan risiko kepada manajer dan direktur.

LKM mempunyai peranan penting terhadap perkembangan ekonomi dan keuangan lokal, dengan penerapan manajemen risiko yang sesuai (menciptakan pendekatan sistematis yang dapat diterapkan pada semua aktivitas dan produk LKM sehingga dapat memperkirakan kemungkinan risiko beserta dampaknya) maka LKM dapat mengelola risiko dengan mudah, berani bersaing untuk mendapatkan pelanggan, sumberdaya, sehingga dapat mengakomodir kerugian yang tak terduga (risiko yang merugikan) dan mempunyai kemungkinan besar untuk membangun kredibilitas pasar serta mengkapitalisasi peluang-peluang baru di pasar (risiko yang menguntungkan).

Yang menjadi inti dari manajemen risiko adalah memberikan fondasi keputusan melalui argumen-argumen berdasar fakta tentang toleransi risiko yang organisasi, cara tentang mitigasi risiko yang tidak dapat ditoleransi oleh organisasi, dan pengelolaan risiko yang ada pada lini bisnis. Untuk LKM yang menilai kinerja berdasar keuangan dan tujuan sosial hal tersebut dapat menjadi sebuah tantangan dibanding organisasi yang mempunyai tujuan utama mencetak laba. Rerangka manajemen risiko memberikan informasi tentang risiko, mengidentifikasi pendekatan manajemen risiko yang mempunyai efektivitas biaya, dan untuk mengembangkan budaya organisasi yang memberi penghargaan (reward) terhadap implementasi manajemen risiko yang bagus tanpa mengurangi budaya berani mengambil risiko bagi manajer dan direktur, hal ini akan memberikan manfaat yang luar biasa bagi LKM.

Manfaat lain manajemen risiko bagi LKM, yaitu manajemen risiko mempermudah LKM untuk melakukan ekspansi. Karena sumber dari pertumbuhan pinjaman LKM sangat bergantung pada pasar yang dikendalikan oleh sumber-sumber keuangan, baik dari investor luar LKM ataupun dari deposit masyarakat lokal dan simpanan anggota. Untuk menjaga sumber pembiayaan tersebut LKM harus dapat menjaga kinerja keuangannya serta menghindari kerugian yang tidak diduga, dengan adanya manajemen risiko maka LKM dapat tumbuh lebih cepat, mampu melayani pelanggan lebih banyak dan pada daerah yang lebih luas, serta dapat menciptakan produk dan layanan keuangan yang lebih beragam.

LKM menyediakan tantangan tersendiri dari sisi struktur organisasi dan lingkungan operasional, LKM bisa jadi sangat desentralisasi atau terlalu sentralisasi, cenderung padat modal atau cenderung padat karya, mempunyai risiko terkonsentrasi pada area atau sektor tertentu (misalnya pertanian) karena dari tujuan utamanya, dan sering beroperasi pada pasar keuangan yang cenderung rawan atau kurang matang. Dengan adanya manajemen risiko maka LKM dapat merancang operasi yang bersifat efisien dan efektif terutama terhadap biaya, sehingga LKM dapat mencapai manajemen permodalan dan kas yang jauh lebih baik dengan meminimalisir risiko.

Kesimpulan:

Manajemen risiko merupakan hal yang krusial untuk LKM yang mempunyai lini bisnis berisiko tinggi, dalam menyusun rerangka manajemen risiko terdapat enam komponen kunci yaitu:
  1. Mengidentifikasi, menilai (assesing) dan memprioritaskan risiko
  2. Mengembangkan strategi dan kebijakan untuk mengukur risiko
  3. Mendesain kebijakan dan prosedur untuk mitigasi (memindahkan) risiko
  4. Implementasi dan membebankan tanggungjawab
  5. Menguji efektivitas dan mengevaluasi hasil
  6. Melakukan revisi kebijakan dan prosedur jika diperlukan

Manajemen risiko harus menjadi budaya dan proses yang berkelanjutan bagi LKM agar LKM dapat memperoleh manfaat optimal dari penerapan manajemen risiko. Beberapa manfaat yang didapat dari implementasi manajemen risiko adalah:
1. Memperoleh informasi tentang risiko, mengidentifikasi pendekatan manajemen risiko yang mempunyai efektivitas biaya, dan mengembangkan budaya organisasi yang memberi penghargaan (reward) terhadap implementasi manajemen risiko yang bagus tanpa mengurangi budaya berani mengambil risiko bagi manajer dan direktur.
2. Menjaga sumber pembiayaan LKM dengan cara menjaga kinerja keuangannya serta menghindari kerugian yang tidak diduga
3.    LKM dapat merancang sistem operasi yang bersifat efisien dan efektif terutama terhadap biaya, sehingga LKM dapat mencapai manajemen permodalan dan kas yang jauh lebih baik dengan meminimalisir risiko

No comments:

Post a Comment